WELCOME TO MY BLOG... LET'S TALK TOGETHER

Senin, 10 Juli 2017

Krisis Kepercayaan Masyarakat Indonesia terhadap Polisi Republik Indonesia (POLRI)

Akhir-akhir ini banyak postingan di sosial media maupun media online membahas mengenai suatu tindak kejahatan yang mereka sebut sebagai tindakan kejahatan persekusi. Tak ketinggalan juga media mainstream turut serta menyoroti kasus bernada serupa. Beberapa contoh kasus yang dinilai sebagai bentuk kejahatan persekusi adalah kasus yang dialami oleh Bocah 15 tahun yang berinisial PMA dan juga seorang Dokter yang bernama Fiera Lovita dari kota Solok Sumatera Barat. Dikutip dari laman kompas.com PMA adalah korban kejahatan persekusi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku mewakili organisasi masyarakat tertentu, kemudian mengintimidasi, hingga melakukan tindakan kekerasan serta pemaksaan terhadap PMA.  Alasan dilakukannya tindakan tersebut adalah dikarenakan PMA dianggap telah melecehkan pimpinan ormas tersebut lewat postingan.
            Sepekan sebelum PMA, seorang perempuan yang berprofesi sebagai dokter dari Kota Solok Sumatera Barat, Fiera Lovita, sudah lebih dulu menjadi korban persekusi. Dikutip dari laman tempo.com kediaman Fiera didatangi sekelompok orang yang mengaku anggota ormas kala ia sedang berada di dalam mobil dengan anak-anaknya. Fiera dipaksa untuk meminta maaf dan meminta untuk membuat surat pernyataan dengan tulisan tangan, dan surat tersebut harus diposting dalam akun facebooknya sebagai bentuk permintaan maaf atas status Fiera yang isinya menanggapi satu kasus yang menjerat pimpinan ormas tersebut. Setelah memposting pernyataan maaf, Fiera justru menemukan foto-fotonya tersebar di media sosial dengan komentar provokatif dan tidak senonoh.
            Dua contoh kasus di atas adalah segelintir dari kasus persekusi yang terkuak di Indonesia. Tidak main-main terdapat 59 individu di Indonesia yang diancam, diburu, dan dibungkam dengan cara-cara serupa. Persekusi sendiri menurut KBBI adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah atau ditumpas. Sehingga dalam konteks saat ini persekusi dapat diartikan sebagai perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif. Pertama, dengan mengedepankan intimidasi dan ancaman, sekelompok orang secara sepihak bisa menyatakan kesalahan pihak lain, tanpa perlu melalui proses pengadilan.
            Kedua, persekusi merupakan tindakan yang menjauhi semangat demokrasi. Ia bisa menjadi cara untuk membungkam kebebasan berpendapat, serta menimbulkan efek ketakutan pada lebih banyak orang. Ketiga, meningkatnya kasus persekusi, menunjukkan lemahnya peranan negara dalam menjalankan fungsi hukum serta menjamin hak-hak warganya. Alih-alih meredam tindakan tersebut, proses penegakan hukum berpotensi dikendalikan oleh tekanan massa.

            Jadi  krisis yang timbulkan oleh adanya tindak persekusi adalah krisis demokrasi. Persekusi menumbuhkan demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaan, lupa syarat-syarat hidupnya dan melulu menjadi anarki. Konsekuensinya, lambat laun demokrasi akan menjadi diktator. Individu atau kelompok bisa menjadi hukum, sekaligus memberangus perbedaan pendapat.  Karena dalam negara demokratis cara menyelesaikan persoalan harus dilakukan dengan melalui jalur hukum. Bukan menggunakan kekuasaan yang sewenang wenang, intimidasi, atau membungkam perbedaan pendapat. Demi menghalau dampak negatif persekusi, diharapkan pemerintah beserta aparatur negara khususnya POLRI bekerja sama dengan masyarakat, untuk menciptakan Indonesia yang aman, dan jauh dari persekusi.
oleh: ( Rini Pratiwi dan Lilis Uswatun K)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar