Akhir-akhir
ini banyak postingan di sosial media maupun media online membahas mengenai
suatu tindak kejahatan yang mereka sebut sebagai tindakan kejahatan persekusi.
Tak ketinggalan juga media mainstream turut serta menyoroti kasus bernada
serupa. Beberapa contoh kasus yang dinilai sebagai bentuk kejahatan persekusi
adalah kasus yang dialami oleh Bocah 15 tahun yang berinisial PMA dan juga
seorang Dokter yang bernama Fiera Lovita dari kota Solok Sumatera Barat.
Dikutip dari laman kompas.com PMA adalah korban kejahatan persekusi yang
dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku mewakili organisasi masyarakat
tertentu, kemudian mengintimidasi, hingga melakukan tindakan kekerasan serta
pemaksaan terhadap PMA. Alasan
dilakukannya tindakan tersebut adalah dikarenakan PMA dianggap telah melecehkan
pimpinan ormas tersebut lewat postingan.
Sepekan sebelum PMA, seorang
perempuan yang berprofesi sebagai dokter dari Kota Solok Sumatera Barat, Fiera
Lovita, sudah lebih dulu menjadi korban persekusi. Dikutip dari laman tempo.com
kediaman Fiera didatangi sekelompok orang yang mengaku anggota ormas kala ia
sedang berada di dalam mobil dengan anak-anaknya. Fiera dipaksa untuk meminta
maaf dan meminta untuk membuat surat pernyataan dengan tulisan tangan, dan
surat tersebut harus diposting dalam akun facebooknya sebagai bentuk permintaan
maaf atas status Fiera yang isinya menanggapi satu kasus yang menjerat pimpinan
ormas tersebut. Setelah memposting pernyataan maaf, Fiera justru menemukan
foto-fotonya tersebar di media sosial dengan komentar provokatif dan tidak
senonoh.
Dua contoh kasus di atas adalah
segelintir dari kasus persekusi yang terkuak di Indonesia. Tidak main-main
terdapat 59 individu di Indonesia yang diancam, diburu, dan dibungkam dengan
cara-cara serupa. Persekusi sendiri menurut KBBI adalah pemburuan
sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah
atau ditumpas. Sehingga dalam konteks saat ini persekusi dapat diartikan
sebagai perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis oleh individu atau
kelompok terhadap individu atau kelompok lain khususnya karena suku, agama,
atau pandangan politik. Persekusi dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif.
Pertama, dengan mengedepankan intimidasi dan ancaman, sekelompok orang secara
sepihak bisa menyatakan kesalahan pihak lain, tanpa perlu melalui proses
pengadilan.
Kedua, persekusi merupakan tindakan
yang menjauhi semangat demokrasi. Ia bisa menjadi cara untuk membungkam
kebebasan berpendapat, serta menimbulkan efek ketakutan pada lebih banyak
orang. Ketiga, meningkatnya kasus persekusi, menunjukkan lemahnya peranan
negara dalam menjalankan fungsi hukum serta menjamin hak-hak warganya.
Alih-alih meredam tindakan tersebut, proses penegakan hukum berpotensi
dikendalikan oleh tekanan massa.
Jadi krisis yang
timbulkan oleh adanya tindak persekusi adalah krisis demokrasi. Persekusi
menumbuhkan demokrasi yang tidak kenal batas kemerdekaan, lupa syarat-syarat
hidupnya dan melulu menjadi anarki. Konsekuensinya, lambat laun demokrasi akan
menjadi diktator. Individu atau kelompok bisa menjadi hukum, sekaligus
memberangus perbedaan pendapat. Karena
dalam negara demokratis cara menyelesaikan persoalan harus dilakukan dengan
melalui jalur hukum. Bukan menggunakan kekuasaan yang sewenang wenang,
intimidasi, atau membungkam perbedaan pendapat. Demi menghalau dampak negatif
persekusi, diharapkan pemerintah beserta aparatur negara khususnya POLRI
bekerja sama dengan masyarakat, untuk menciptakan Indonesia yang aman, dan jauh
dari persekusi.
oleh: ( Rini Pratiwi dan Lilis Uswatun K)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar